Sekilas Ardian Syaf hanyalah pemuda biasa, yang hidup di sebuah
kampung yang sepi. Namun pemuda kampung ini mengukir prestasi luar bisa,
sebagai komikus pertama dari Indonesia yang dikontrak eksklusif oleh DC
Comics yang berkedudukan di Amerika Serikat. Komiknya tentang Batman
dan Robin serta Superman beredar luas hingga ke seluruh dunia.
Sebuah
rumah di RT1/RW1 Dusun Ngipik, Desa Tenggur, Kecamatan Rejotangan
nampak penuh dengan anak-anak kecil yang bermain di halamannya yang
luas. Kondisi tersebut yang sedikit membedakan dengan ruman sekitarnya,
yang nampak sepi. Mereka bermain petak umbet, ada pula yang berlarian ke
sana ke mari.
Menjelang sore, seorang pemuda keluar dari dalam
rumah sambil membawa segepok buku di tangannya. Dialah Ardian Syaf, si
pemilik rumah. Anak-anak tersebut sejurus kemudian berlarian ke arah
Ardian dan berebut buku dari tangannya, lalu duduk di lantai serambi
rumah.
Buku-buku tersebut ternyata komik yang berisi kisah Batman and Robin,
dan Superman karyanya sendiri yang dikirim langsung oleh DC Comics
Amerika.
“Satu-satu, tidak usah berebut ya. Yang tidak kebagian gabung dengan yang lainnya,” katanya dengan sabar.
Dengan
setia Ardian menunggui anak-anak tersebut, baik yang membaca maupun
sekedar melihat-lihat gambarnya yang indah. Sementara di ruang tengah,
nampak sebuah meja gambar dengan sebuah kertas yang memperlihatkan
karakter Batman. Sementara di sampingnya nampak beberapa kertas ukuran
A3 yang sudah selesai digambar.
Sebuah naskah yang dikirim DC
Comics nampak di sisi kertas gambar, menjadi patokan ayah dari Fahrial
Lutfi Rahardian (5) dalam melukis.
“Setiap hari ya seperti ini kegiatan saya. Melukis, menuntaskan pesanan komik dari DC (Comics),” ujarnya.
Ardian
adalah putra ke-3 dari 3 bersaudara pasangan almarhum Tansir AS dan
Maslihah (52). Ardian menceritakan, kegemarannya melukis sudah dimula
sejak masih kecil. Sebelum Taman Kanak-kanak, Ardian kecil kerap melukis
di tembok rumah.
Ardian mengaku sangat beruntung mempunyai orang
tua yang sabar, sehingga hobinya tersebut merusak keindahan rumah.
Bahkan sang ayah yang juga seorang sasatrawan Jawa memberikan arahan
pada hobinya tersebut. Mulai SD, Ardian mulai gemar melukis imajinasinya
menganai karakter prajurit kerajaan, utamanya Majapahit.
Hal ini berkat pengaruh sang ayah yang kerap bercerita tentang dongeng-dongeng Jawa.
“Pertama
kali saya senang menggambar karakter prajurit Majapahit, karena
pengaruh ayah yang gemar bercerita sejarah Tanah Jawa. Dari situ
kegemaran saya melukis terus terasah,” katanya.
Namun ketika itu
Ardian belum menggemari buku cerita bergambar atau komik. Semasa SD,
ayahnya membelikan majalah anak-anak BOBO dan mengisi teka-teki silang
di dalamnya. Ardian menjadi salah satu pemenangnya dan berhak atas
sebuah komik terbitan Gramedia. Komik pertama itulah yang membuatnya
mulai terpesona dan memantik minatnya untuk membuat komik.
Lagi-lagi
bakat dan minatnya tersebut mendapat dukungan sang ayah. Setiap kali
pergi keluar kota, almarhum Tansir membelikan komik-komik bekas dari
toko buku loakan. Bukan hanya mengikuti jalannya cerita, Ardian kecil
juga memperhatikan setiap detail gambar di setiap karakter.
“Sampai
sekarang komik-komik bekas yang dibelikan bapak masih saya simpan. Bagi
saya itu yang menjadi inspirasi waktu masih anak-anak dulu,” kenangnya.
Namun
komik bukan menjadi satu-satunya yang ditekuni oleh Ardian. Ayahnya
kerap mengajaknya ke alam bebas, seperti ke pinggir Sungai Brantas dan
menikmati alam sekitar. Setelah itu Ardian diminta untuk membuat sket di
atas sebuah kertas gambar.
Semasa SMP, ayahnya menjabat sebagai
pempimpin sebuah tabloid sastra Jawa yang terbit setiap minggu. Pada
rubrik anak-anak, Ardian dipercaya penuh untuk membuat cerita bergambar
berdasar imajinasinya. Itulah pertama kali Ardian membuat karya yang
dipublikasikan secara luas.
Namun selama SD dan SMP nyaris tidak
ada prestasi yang menonjol. Saat duduk dibangku SMAN 1 Ngunut, tahun
1995, tepat saat peringatan 50 tahun kemeridekaan RI, ada lomba melukis
tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Panitia Peringatan Hari Besar
Nasional.
Saat itu, ayahnya yang paling bersemangat untuk
mengirim lukisannya. Di luar dugaan, berlomba di kelompok B / Remaja
(SLA), Ardian dinyatakan sebagai pemenang. Piala yang nyaris tak terawat
tersebut, kini menjadi kenang-kenangan prestasinya waktumasih berstatus
pelajar.
“Mungkin itu prestasi saya di dunia seni rupa, saat masih sekolah. Satu-satunya prestasi yang berwujud piala,” ujarnya.
Fokus
dengan bakatnya sejak kecil, tahun 1998 Ardian kemudian masuk ke IKIP
Malang (sekarang Universitas Malang), ambil jurusan Desain Komunikasi
Visual.
Selama kuliah, Ardian mematangkan kemampuannya di
bidang-bidang lain yang masih ada kaitannya dengan seni rupa. Lulus
tahun 2004, Ardian sempat menjadi tenaga layout di percetakan kampus,
yang memproduksi buku dan LKS untuk mahasiswa. Masuk tahun 2005, atas
sarand ari teman Ardian rajin browsing mencari informasi terkait
lowongan kartunis yang kebanyakan dari perusahaan luar negeri.
Berulang
kali mengajukan lamaran, Ardian mendapat kesempatan pertama di
perusahaan Dobel Brothers yang berkedudukan di Amerika. Komik pertamanya
berjudul Dresden Files. Sempat bekerja di Dobel Brothers tahun 2007
hingga tahun 2009, sayanganya perusahaan ini kemudian bangkrut.
“Sekitar
dua tahun saya bekerja untuk Dobel Brothers, sebelum kemudian bangkrut.
Saya kemudian harus mengajukan lamaran ke perusahaan-perusahaan lain,”
ceritanya.
Berpengalaman dengan Dobel Brother, suami dari Efi
Retnowati (30) ini tidak butuh waktu lama untuk mendapat pekerjaan baru.
Tidak tanggung-tanggung, perusahaan Marvel Comics berminat dengan hasil
goresan tangannya. Tentu saja menjadi sebuah kebanggaan karena Marvel
merupakan perusahaan komik raksasa, yang dikenal dengan karakter super
heronya, seperti X-Men. Cerita X-Men pula yang dikerjakannya selama
bergabung dengan Marvel. Sebagai komikus baru di Marvel, Ardian hanya
dipercaya 10 halaman setiap terbitan buku komik baru.
Karya
Ardian digabungkan dengan komikus lain yang lebih dulu dikontrak oleh
Marvel. Sayang Marvel hanya mempekerjakan Ardian hanya untuk penerbitan 3
buku komik, sebelum diberhentikan.
“Mungkin karya saya dirasa
kurang cocok dengan Marvel, sehingga mereka tidak lagi butuh tenaga
saya. Tapi tidak butuh waktu lama, saya sudah mendapat pekerjaan baru,”
ujarnya.
(Dikutip dari Tribunnews.com)